www.dailyapreal.com — Televisi merupakan salah satu media massa yang memiliki audiens paling besar. Tayangan televisi yang disajikan dalam bentuk audio visual membuatnya dapat dinikmati oleh berbagai kalangan, tak terkecuali anak-anak bahkan televisi merupakan salah satu media yang membawa pengaruh bagi anak-anak. Milton Chen (1996) seorang pakar di bidang televisi dan anak-anak mengatakan bahwa tak ada hal lain dalam kebudayaan ini yang mampu menandingi kemampuan TV dalam menyentuh anak-anak.
"Milton Chen (1996) seorang pakar di bidang televisi dan anak-anak mengatakan bahwa tak ada hal lain dalam kebudayaan ini yang mampu menandingi kemampuan TV dalam menyentuh anak-anak".
Hampir setiap rumah saat ini memiliki televisi. Hampir tidak ada orang yang tidak pernah menonton televisi. Termasuk anda bukan? Televisi menjelma menjadi kawan pereda stress, pengisi waktu luang, pengajar tanpa gaji dan penyuluh informasi. Cukup menekan tombol ‘on’ orang tak perlu repot keluar rumah untuk melihat kabar dunia. Namun, tidak sedikit pula keluarga yang memilih untuk menjadikan rumahnya tanpa televisi. Ada kekhawatiran terhadap dampak tayangan kapitalisme televisi yang saat ini dianggap kurang bermoral. Di lain sisi, para orang tua memiliki kesibukan sehingga mengurangi interaksi dengan anak-anak. Sementara interaksi anak-anak dengan televisi semakin tinggi. Di tambah, televisi saat ini bisa diakses melalui smartphone yang semakin memudahkan anak-anak untuk mengaksesnya.
Meskipun sebagian kalangan mengatakan ada dampak positif televisi bagi anak-anak, khususnya kategori acara edukasi seperti Laptop Si Unyil yang menambah pengetahuan tentang teknologi. Namun tak sedikit pula dampak negatif televisi, apalagi jika berlebihan menontonnya. Faktanya, anak-anak betah sekali berlama-lama di depan kotak ajaib ini. Betul? Beberapa dampak negatif itu, antara lain:
- Anak usia 0-4
tahun dapat mengganggu pertumbuhan otak, menghambat pertumbuhan bicara,
kemampuan membaca dan memahaminya, menghambat anak dalam mengekspresikan
pikiran melalui tulisan.
- Anak usia 5-10
tahun dapat meningkatkan agresivitas dan tindak kekerasan, tidak mampu
membedakan antara realita dan khayalan.
- Mengurangi
kreativitas
- Merenggangkan
hubungan antar anggota keluarga, mengurangi waktu berkumpul, dan bercengkrama
dengan anggota keluarga karena asyik menonton televisi.
- Matang terlalu
dini secara seksual karena tayangan dengan konten dewasa seperti sinetron
percintaan remaja jaman sekarang yang terlalu bebas.
Yah, mungkin dampak negatif ini bisa diminimalisir dengan pembatasan dan pengkategorian tayangan seperti yang telah dilakukan oleh KPI. Namun, bagi saya tayangan di televisi lebih banyak membawa mudharat karena tidak sesuai dengan value keluarga. Sehingga pilihan untuk meniadakan televisi di rumah kami adalah tepat. Alhamdulillah, selama 8 tahun rumah kami tidak masalah tanpa televisi. Meskipun sesekali anak-anak bertemu televisi saat berkunjung ke rumah saudara.
Justru masalah muncul saat kegiatan beralih online selama pandemi. Emak dan bapaknya hampir setiap hari tidak lepas dari gawai, kegiatan sekolah anak pun secara daring. Akhirnya mereka berkenalan dengan gawai terlalu dini. Tidak bisa dibayangkan jika ada televisi di rumah kami, betapa puyengnya otak ini. Mencari kegiatan kreatif dan menarik untuk mengalihkan perhatian anak agar tak terfokus pada gawai.
‘Yuk, bijak menjadi orang tua agar anak-anak tumbuh sesuai dengan fitrahnya. Kehadiran orang tua tidak bisa digantikan oleh keseruan ‘fana’ yang diciptakan oleh televisi dan gawai.
Sumber: Jurnal Sosiohumaniora, Vol. 7, No. 1, Maret 2005 : 35 – 50
#odop #day15 #30dwc #day14
Berul Kak. Aku ngga tau kalo dari kecil udah ada tv. Alhamdulillah walaupun baru beli saat aku umur 19 tahunan, tidak menutup kemungkinan dari kudet. Semoga yg dari kecil sudah ada tv, bisa dimanfaatkan sesuai kebutuhan yaa
BalasHapusTerima kasih atas ilmunya
BalasHapusKecanggihan teknologi yg harus dibarengi kebijakan mengelola rumah tangga, semangat terus belajar.