Berisik Yang Berisi

 

“Astaghfirullah! Mau jadi apa generasi negeri ini, udah zina eh bayinya di buang ke kali pula. Naudzubillah amit amit,” geram Kak Ratih menatap layar laptopnya. 

“Iya Kak, apa mereka ngga takut dosa ya?” sahutku sambil asyik mengetik tugas kuliah. 

“Nih, lihat berita yang ini, Yi,” Kak Ratih menunjuk layar laptopnya padaku. “Ada anak tega membunuh Ibunya karena ngga dibeliin motor, padahal sehari-hari Ibunya jualan bubur ayam di pasar.” 

“Sebenarnya ada apa ya Kak dengan generasi di zaman ini? Kok kualitasnya jauh berbeda dengan zaman para sahabat. Bukannya berkarya, nuntut ilmu, malah ngelakuin perbuatan dosa gitu,” tanyaku pada Kak Ratih. 

“Banyak faktor sih sebenarnya, misal kurangnya pendidikan agama di keluarga, kontrol dari orang tua, bahkan tayangan di media saat ini jauh dari konten yang mendidik. Apalagi di era digital arus informasi sulit dibendung dan disaring. Mereka pasti terpengaruh dari sana,” Kak Ratih menjelaskan dengan antusias. 

Generasi tidak sedang baik-baik saja. Sudah ribuan forum yang membicarakan tentang kondisi generasi, komplit dari permasalahan hingga solusinya. Bermacam event bertajuk generasi milenial pun tak pernah absen sepanjang tahun. Jika menelisik lebih dalam, upaya penyelamatan generasi sejatinya harus dimulai dari rumah, termasuk upaya dari negara melalui kebijakan-kebijakannya. 

Sayang, tak banyak orang tua yang sadar pada fitrah keorangtuaannya. Tugas mereka tak sekedar memenuhi kebutuhan materi dan fisik, namun pendidikan rumah pun hal utama seperti nilai-nilai agama, moral, karakter baik, keterampilan hidup. Oleh karena itu, harus ada edukasi bagi para orang tua agar fitrah mereka bangkit. 

"Kak, kajian kemarin sore menarik banget topiknya, tentang dakwah di media sosial. Ustadzah Ami jelasin kalo dakwah itu ngga melulu bicara di atas mimbar saat khutbah. Mengajak orang berbuat baik dan mencegah berbuat maksiat bisa dilakukan oleh siapapun, kepada siapapun dan dimana saja. Caranya pun bervariasi asal ngga menyimpang dari syariat," jelasku panjang lebar. 

"Iya, benar Dek. Kita bisa bikin konten islami di sosmed. Jadi isinya ngga sekedar curhat kehidupan pribadi atau ghibah online. Jadi lebih bermanfaat untuk umat," timpal Kak Ratih penuh semangat.    

“Yuk, kita mulai bikin content planner dan desain yang lucu biar banyak yang tertarik baca,” ajak Kak Ratih. “Tetap bijak dalam berbicara ya Dek meskipun di sosmed, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, Janganlah engkau mengatakan sebuah ucapan yang besok engkau akan mencari alasan untuk membenarkannya. (HR Ahmad 23498 dan Ibnu Majah 4171),” Kak Ratih mengingatkanku. 

“Kak, kemarin sempat kucatat sembilan pesan dari Ustadzah Ami agar kita terhindar dari uacapan buruk,” kusodorkan catatanku kepada Kak Ratih.  

Kak Ratih mulai membaca satu per satu isi catatanku. Ya, ada sembilan pesan yaitu, 

1) Jika yang akan dikatakan adalah kebaikan, maka berbicaralah!

2) Jika yang akan dikatakan adalah keburukan, maka diamlah!

3) Pastikan berpikir sebelum berbicara: 

4) Hendaklah menahan bicara dalam perkara mubah yang tiada makna; 

5) Pembicaraan yang baik adalah yang sedikit namun menunjukkan makna

6) Senantiasa membiasakan saring berita sebelum sharing; 

7) Pembicaraan hendaknya tidak menyakiti sesama muslim (aspek personal); 

8) Sampaikan kebenaran walaupun pahit diterimanya; 

9) Nasihat (amar makruf dan nahi mungkar) harus tetap tegak di tengah kezaliman dan kesewenang-wenangan


#30dwc #day29 #bicara

 


Komentar