Pacaran Ogah, Nikah Ayo! Novel Eldelweis Almira

Fiksi Romance. Menjadi tema RCO (Reading Challenge ODOP) kali ini. Jujurly, terakhir kali membaca buku fiksi romance saat masih berseragam abu-abu. Rasanya saat itu buku dengan genre fiksi romance begitu lekat dengan kehidupan remaja di zamannya. Bahkan bisa jadi pembaca remaja mengadopsi alur ceritanya dalam kehidupan nyata.  

 

Kalau diingat, sehari bisa menamatkan 1-2 novel hasil berburu di perpustakaan sekolah. Ngga modal banget kan? Bagi remaja yang hobi membaca, perpustakaan sekolah bak kotak berisi harta karun. Apalagi jika memiliki koleksi buku yang lumayan komplit, semua genre ada disana. Berjam-jam pun betah nongkrong di perpustakaan kalau saja tidak diingatkan bel sekolah. Ada yang seperti itu juga kah?

 

Nah, kali ini setelah sekian purnama lamanya, ‘harus’ membaca buku fiksi romance. Wow, bingung pastinya. Secara sudah tidak lagi menggeluti dunia genre ini. Tidak familiar dengan para penulisnya bahkan karyanya. Well, berbekal saran teman-teman di grup untuk mencari buku di aplikasi Ipusnas. Luar biasa! Banyak sekali judul yang sepertinya ‘menarik’ untuk dibaca. Pilihan pun jatuh pada satu judul yang lagi sepi antrian bacanya dan ‘aman’ untuk dibaca heheheh…. Pacaran Ogah, Nikah Ayo!  

 

Tentang Eldelweis Almira

 

Nama ini mungkin tidak asing bagi teman-teman yang sering berkunjung ke Ipusnas. Pacaran Ogah, Nikah Ayo! terbit bulan maret 2014. Ternyata sudah cukup lama juga ya. Buku ini merupakan salah satu dari sekian judul karya Eldelweis Almira. Produktif banget kan!

 

Penasaran dong dengan latar belakang penulis bukunya. Berbekal mengulik di search engine machine, diceritakan bahwa penulis merupakan seorang guru kesenian dan pelatih teater serta founder salah satu komunitas seni. Sebelum menjadi penulis novel, Ia pernah berkelana ke beberapa pulau mulai dari Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Mungkin pengalaman tersebut mejadi sumber inspirasinya dalam menulis novel.

 

Nikah Tanpa Pacaran! Mungkinkah?




Buku ini merupakan kumpulan cerita tentang lika-liku perjalanan seseorang dalam menjemput jodohnya. Satu fase hidup yang krusial karena menentukan jalan cerita hidup kita selanjutnya.  

 

Diceritakan tentang beberapa tokoh yang memiliki latar belakang kehidupan dan kisah cinta yang berbeda-beda. Cukup menarik! Ada yang baru saja patah hati dan berusaha move on. Desakan orang tua untuk segera menikah karena usia. Rasa trauma dengan kisah cinta sebelumnya menjadi alasan untuk memilih jomblo dan tidak percaya dengan cinta. Pilihan orang tua yang tak selaras dengan ekspektasi diri. Meyakinkan diri bahwa dialah ‘The One’ dari Sang Pencipta.  

 

Tidak hanya bercerita tentang kegalauan seseorang akan kisah cintanya. Namun juga menceritakan kepada pembaca tentang makna kesabaran, ketundukan dan keikhlasan selama penantian bertemu jodoh dari-Nya. Dan semua proses ini dilalui tanpa pacaran.

 

Terselip pesan dari penulis bahwa pacaran hanya membuang segalanya, sia-sia belaka, karena jalinan cinta yang ada bukan sebuah permainan, namun sebuah penentuan. Yakinlah, cinta adalah hati, rasa yang bisa tergetar saat tiba masanya.

 

Pernikahan sejati tak butuh masa pacaran, karena justru di situlah cinta akan teruji” - Pacaran Ogah, Nikah Ayo! -

 

Maka, bagaimana meyakinkan diri bahwa dialah pasangan hidup kita tanpa melalui pacaran? Mungkinkah terwujud pernikahan tanpa pacaran yang dijalani dengan derai tawa bahagia?

 

Antara Saya dan Jodoh

 

“Menikah bukan hal yang mudah, namun tidak begitu susah, jika pernikahan terjadi semata-mata karena ibadah, maka pasti akan menemukan kesejatian dan keabadian” - Pacaran Ogah, Nikah Ayo! –

 

Kalau membandingkan proses penantian jodoh kita dengan gambaran cerita di novel. Rasanya memang sedikit tidak nyata (yaiyalah namanya juga fiksi…) dan berlaku hanya bagi para good looking, good money, dan good yang lainnya.  

 

Manusiawi sih ketika muncul ketertarikan pada lawan jenis saat pertemuan pertama. Namun, saya rasa tertarik pada pertemuan pertama saja belum mampu mendorong seseorang untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Apalagi di zaman saat ini, dimana baik buruknya pribadi seseorang di nilai dari tampak luarnya saja. Ditambah kasus yang lagi viral tentang aplikasi kencan, ngeri kan ya! Jadi harus ekstra selektif memilih calon pasangan hidup.

 

Pernahkan saya mengalami proses pencarian jodoh seperti yang diceritakan dalam novel ? Tentu saja pernah dong, namanya juga usaha heheh…

 

Mendambakan si A untuk menjadi jodoh saya, meskipun ternyata bukan jodoh saya. Memimpikan sosok dengan kriteria a, b, c, dst dan senantiasa di lantunkan dalam doa, meskipun akhirnya tidak semua kriteria terwujud. Ikhtiar saya pun dengan menjauhi yang namanya pacaran, sama seperti proses yang dilalui tokoh dalam novel. Bedanya, saya memilih untuk menjalani proses ta’aruf (mengenal) secara islam.

 

Bagi seseorang yang berniat menikah, proses pencarian jodoh dalam islam sendiri ada tahapannya, yaitu ta’aruf, khitbah, nadzar.

[1] Ta’aruf: saling perkenalan. Dan umumnya dilakukan sebelum khitbah

[2] Khitbah: meminang atau lamaran, menawarkan diri untuk menikah

[3] Nadzar: melihat calon pasangan. Biasanya ini dilakukan ketika ta’aruf atau ketika melamar.

Saya melewati tahapan itu semua tanpa melakukan komunikasi langsung (hanya saya dan dia) baik bertemu maupun telepon apalagi bersentuhan fisik. Jelas itu dilarang dalam islam, haram hukumnya. Kalau pun butuh untuk bertemu pasti ditemani oleh teman, tidak hanya berduaan (khalwat). Semua dilakukan melalui perantara, mak comblang, murobi. Tujuannya agar hati kita terjaga, niat menikah tidak melenceng. Kan niat menikah karena ibadah.

 

Sementara dalam novel masih diceritakan proses pemantapan diri terhadap pasangan dan pernikahan melalui sentuhan fisik (menggandeng, memeluk) dan ucapan-ucapan layaknya orang pacaran.

 

Pendapat saya sih, pernikahan itu ibadah. Maka cara dan proses mewujudkannya pun harus selaras dengan konsep ibadah, apa yang di larang dalam islam ya tidak dilakukan. DIsana letak keberkahannya.

 

Tapi, positifnya penulis memberikan pesan bahwa urusan jodoh itu membutuhkan kepasrahan total kita kepada Sang Pencipta. Sama halnya dengan ajal, jodoh adalah misteri. Tidak bisa dipaksakan, dimajukan dan dimundurkan terjadinya.

 

Teman-teman boleh dong bagikan pengalaman selama penantian hingga bertemu dengan jodohnya di kolom komentar  ðŸ˜ƒ

 


Komentar

  1. Boleh ya saya komentar selain pengalaman bertemu jodoh?
    Sesama reviewer buku nih... baru tau kalau ada koleksi didital perpusnas yg bisa diakses loh...makasih infonya.
    Btw good review loh mbak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih mbak, iya mbak ada banyak koleksi buku yg bisa kita pinjam. Beberapa ada yang sampai ratusan yg antri untuk baca. ada juga yg kosong. Boleh di coba mbak ..

      Hapus
  2. Saya juga ga lewat proses pacaran, tp ga ta'aruf juga. Soslnya suami dulunya temen kuliah (walau akrabnya pas sudah lulus). Pas dh akrab pun yang ada cuma diskusi, diskusi dan diskusi. Ga pernah ketemuan samsek. Ngrasa udah cocok, jadilah dia langsung ketemu ortu saya.
    Btw, makasih sharing bukunya. Saya mau cari di iPusnas.. hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, ternyata jodohnya ngga jauh dari lingkaran pertemanan ya mbak...heheh...

      Hapus
  3. Aku gak akan bagi pengalaman ketemu jodoh. Krn bagi kami hingga saat ini hal tersebut masih menjadi privacy. haha. Aku komntari dari sisi pembaca buku saja. Membaca buku-buku seperti ini, menurutku membutuhkan logika dan kematangan berpikir. Terutama bagi perempuan-perempuan belia. Benar, demikian yang diajarkan agama, namun... bla...bla..bla... Ini sekadar pendapat ya terkait pengalamanku bertemu konflik dan kasus-kasus KDRT yang terjadi dalam lembaga pernikahan teman2 yang anti pacaran.

    BalasHapus
  4. Ak jg ga pacaran,tp ga ta'aruf jg c...bagi ak&suami,masing2 kami adalah "sang pemenang hati" hehe...dn ak percaya bahwa jodoh adalah ketetapan Allah yg cara dan alur pertemuanny sdh d rencanakan Allah dgn sangat indah. Btw, review ny bagus mb,jd tertarik unt baca bukuny

    BalasHapus
  5. Suka banget sy baca novel, novel ini bisa jd inspirasi list novel yg mngkin bisa sy baca kedepann.y

    BalasHapus
  6. proses perkenalan dan pacaran sy dan suami ga lama, sebelum memutuskan menikah. pacaran setelah menikah lebih enak.
    Review bukunya menarik mbak, ga detail tapi cukup menggambarkan novelnya

    BalasHapus
  7. semoga yang lagi berjuang ke tahap halal mendpatkan jalan yang terbaik dari Allah...karena ujian jg bsa dtang dlm mnjemput

    BalasHapus
  8. Malausaya cermati, kondisi saat ini, banyak pasangan belia yang menikah tidak melalui pacaran ya. Memang kondisi yang berbeda, ketika jaman saya dahulu. Memang privacy masing-masing ya urusan cerita perjodohan, terima kasih review bukunya, jadi lebih paham tentang rangkaian mencari jodoh dalam Islam.

    BalasHapus
  9. Saya bertemu dengan suami lewat pacaran dan waktunya memang lumayan lama tapi saya juga kagum sama pasangan yang berjodoh dengan ta'aruf
    Bukunya keren dan nanti kapan-kapan baca ah karena bisa dipinjam digital

    BalasHapus
  10. Jadi lebih paham lagi tentang tahapan pencarian jodoh dalam islam, selama ini hanya tahu tentang taaruf.Thanks mbak artikel yg memgedukasi.

    BalasHapus
  11. Aku pribadi gapake pacaran, langsung rencana nikah, tapi juga bukan ta'aruf. Menurutku pribadi masih banyak yang salah kaprah tentang ta'aruf ini, terutama generasi muda. Salah kaprahnya kebanyakan di bagian "ketemu langsung nikah". Jadi banyak juga yang zonk setelah nikah. Padahal, di msa ta'aruf justru harus digali informasi tentang suami hingga ke akarnya.

    BalasHapus
  12. Ulasannya menarik nih, jadi kepo tentang bukunya sekalian pengen nyobain pinjam buku iPusnas, mak. Saya masih jomlo mbak jadi enggak bisa sharing, hehe. Lihat komennya jadi banyak insight.

    BalasHapus
  13. Waaaa,saya malah masih mencari jodoh. Bolehlah dikenalin wkwkwkwk. Tetap semangat membaca mbak !

    BalasHapus

Posting Komentar