www.dailyapreal.com — Sore itu ada rasa malas untuk menyiapkan makan malam untuk keluarga. Di otak sudah berputar-putar beberapa daftar tugas yang harus segera dikerjakan. Belum lagi Si Sulung yang harus didampingi menghapal al-quran selepas maghrib karena sudah menjadi jadwal rutin setiap hari. Tapi, gimana dengan urusan perut? Don’t worry! Serahkan saja pada ahlinya, warung Bu Sundari, warung makan langganan selama mager ke dapur.
Mulailah bertanya menu yang ingin dimakan kepada anak-anak. Ya beginilah resiko kalau memilih pesan makanan dari luar. Anak-anak bisa memilih menu yang diinginkan.
“Aku mau ayam
goreng mi”, teriak si sulung.
“Ehm,,,,lele…lele….lele
goreng mi”, balas si tengah.
Sementara si
bungsu dan saya menjatuhkan pilihan pada si wader goreng dan suami si udang
kali. Dan berangkatlah suami ditemani si tengah.
Sekitar 30 menit suami pun datang dengan membawa sekantong makanan. Ada rasa haru, gembira, iba yang campur aduk memenuhi relung jiwa. Buru-buru saya terima makanan itu sambil melihat nota pembayaran. Ada dua menu ayam yang di pesan, ayam goreng kampung dan ayam potong. Harganya pun berbeda, ayam kampung goreng lebih mahal. Wajar sih, la wong ayam kampung lebih sehat untuk dikonsumsi pun lebih nikmat rasanya. Padahal, biaya perawatan ayam kampung jauh lebih murah dibandingkan ayam potong. Tau dari mana? Iya, dulu almarhum bapak pernah memelihara ayam kampung. Bapak cukup membuat kandang dari bilah bambu bekas pagar dan triplek bekas sebagai tempat berlindung ayam pada malam hari. Esok subuh,ayam-ayam ini dikeluarkan dari kendang dan dibiarkan berkeliaran di halaman rumah, bebas tanpa beban.
Kita pun sebenarnya perlu mencontoh ayam kampung. Kita pasti ingin sehat. Ingin memiliki nilai di hadapan orang. Ingin digemari banyak orang. Tidak merepotkan orang lain. Maka, jadilah seperti ayam kampung. Emang ayam kampung itu seperti apa? Ini loh ciri-ciri ayam kampung.
Pertama, mandiri dalam mencari rejeki. ‘Yuk kita berkaca pada diri sendiri! Seberapa sering kita meminta-minta pada kedua orang tua. Seberapa sering kita minta dibayarin makan oleh teman kita. Seberapa sering ndompleng hidup kepada orang lain. Padahal kita sudah dewasa, tapi masih meminta-minta. ‘Yuk ah, jauhi mental gratisan. Apalagi ketika kita menginginkan sesuatu yang bermutu, paling tidak ada harga yang harus di bayar meskipun tidak semua sesuatu yang bermutu harus di nilai dengan uang. Tetangga yang peduli, atau harta warisan yang berlimpah, misalnya. Segeralah bersedekah ketika kita mendapatkan sesuatu yang bermutu secara cuma-Cuma melebihi apa yang sudah kita dapatkan.
Kedua, menjauhi cara-cara instan. Ayam potong bisa jauh lebih besar dan montok karena diberi perlakuan obat-obatan. Inilah yang membuat daging ayam potong kurang sehat jika dikonsumsi. Daging ayam kampung memang lebih kecil karena mengalami proses yang alamiah sehingga dagingnya menyehatkan. Ketika kita ingin kaya raya atau sukses jauhilah cara instan. Cara instan bisa membuat kehidupan tidak sehat bahkan mencelakakan kita. Kesuksesan dengan cara instan mudah musnah dan hilang tanpa bekas.
Yuk, menjadi seperti ayam kampung yang populasinya memang lebih sedikit. Begitulah fitrah kehidupan ini, sesuatu yang berharga mahal memang jumlahnya lebih sedikit.
#odop #day11 #30dwc #day 10
Komentar
Posting Komentar