Menolak Lupa Kisah WS. Rendra

 


www.dailyapreal.com — Masih ingat dengan film AADC? Yap, film remaja yang pernah booming di awal tahun 2002. Salah satu tokoh yang paripurna membius penonton dengan karakter coolnya adalah Si Rangga. Sosok misterius yang suka baca syair.

Kala itu di kota saya tidak ada fasilitas gedung bioskop. Maklum kota pinggiran. Meskipun ada, saya tidak yakin bisa pergi kesana dengan usia yang terhitung masih kecil, 14 tahun. Bisa dibilang saya sangat ketinggalan menonton film ini. Pasalnya saya baru bisa menontonnya saat memasuki dunia SMA, yah sekitar  kelas 2 SMA. Itu pun dari layer kaca.

Bermula dari film AADC, membuat saya tertarik untuk membaca buku-buku sastra lama seperti kumulan puisi dan syair. Mungkin masih terbawa nuansa film dan karakter Si Rangga. Kalau kita seumuran, pasti tau lah ya rasa dan pesona yang ditinggalkan film ini.

Perpustakaan sekolah adalah tempat saya mengulik literasi sastra. Memang disana tidak ada buku yang di baca oleh Rangga. Namun, suatu hari saat saya berada di pojok buku sastra lama. Ada satu buku yang menarik minat baca saya. Sampul buku itu terlihat usang berwarna dominan coklat-krem dengan ilustrasi wajah dan abstrak. Judulnya ‘Empat Kumpulan Sajak’ karya Rendra. Saya masih ingat, beberapa syair yang di tulis di dalamnya terkesan romantis. Pantas saja, ketika saya searching baru-baru ini tentang biografi penulis, syair tersebut terinspirasi dari kisah percintaan penulis dengan sang istri.


Banyak ulasan tentang biografi tentang Rendra. Namun ada dua hal yang membuat saya tertarik.
Pertama, perjalanan kariernya sebagai seniman berbakat. Kedua, tentang kepanjangan nama Rendra.

Saya tidak begitu mengenal sosoknya. Tahu hanya sebatas profesi yang dijalaninya. Ya, ia adalah seorang seniman. Salah satu seniman tanah air yang berbakat. Karya-karyanya tidak hanya dikenal di Indonesia, bahkan di antaranya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing seperti Bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India. Banyak yang mengagumi kepiawaiannya dalam membaca syair dan bermain drama. Pantas saja, sejak muda, ia menulis puisi, skenario drama, cerpen, dan esai sastra di berbagai media massa. Pernah mengenyam pendidikan di Universitas Gajah Mada dan dari perguruan tinggi itu Rendra menerima gelar Doktor Honoris Causa. Rendra adalah penyair yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Pada tahun 1967 ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta. Melalui Bengkel Teater itu, Rendra melahirkan banyak seniman antara lain Sitok SrengengeRadhar Panca DahanaAdi Kurdi dan lain-lain. Bengkel Teater sangat terkenal di Indonesia dan memberi suasana baru dalam kehidupan teater di tanah air.

Saya baru mengetahui kepanjangan dari W.S Rendra adalah Willibrordus Surendra Broto Rendra. Di awal tahun 70 an, Rendra memeluk agama Islam. Sehingga nama WS ia ubah menjadi Wahyu Sulaiman. Perjalanan spiritual yang cukup menarik bagi saya. Terlepas dari berbagai macam alasan ia masuk Islam tapi ada alasan yang lebih prinsipil bagi Rendra. Ia berpandangan bahwa Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantuinya selama ini, yakni kemerdekaan individual sepenuhnya. "Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai,"

Dari Rendra kita mendapat pelajaran bahwa agama Islam itu sesuai dengan fitrah kita sebagai seorang manusia. Seorang hamba yang harusnya taat dan tunduk hanya kepada Allah. Berislam membuat kita memahami hakikat diri kita sebagai makhluk ciptaan Allah. Bahwa hidup di dunia ini sementara dan kampung akheratlah tempat kita pulang.

 #odop #day13 # odop challenge2 #30dwc #day12 #challenge2

Komentar

Posting Komentar