www.dailyapreal.com |
Akhir-akhir
ini saya tertarik dengan bunga Telang (Clitoria
ternatea). Terprovokasi oleh teman satu komunitas yang menanam bunga ini
dan membagikan bibit secara gratis kepada siapa pun yang ingin menanam bunga
ini. Melihat respon luar biasa dari anggota komunitas yang mayoritas
menginginkan mendapat bibit bunga ini. Akhirnya saya tergoda untuk mencari
informasi tentang
keistimewaan bunga Telang, mulai wujudnya, cara menanam, manfaat dan harga. MasyaAllah,
ternyata bunga ini memiliki banyak manfaat, diantaranya:
- Memelihara fungsi dan kesehatan otak
- Mencegah dan meringankan reaksi alergi
- Meringankan peradangan
- Menurunkan gula darah
- Mengobati diare
Harganya pun
mahal, bahkan 1 ons bunga kering berharga Rp. 120.000. Tak heran jika banyak
peminatnya. Padahal bunga ini bisa tumbuh dimana saja, bahkan pernah saya
melihatnya di pinggir sawah. Pada waktu itu saya menganggap biasa saja bunga
ini sampai saya membaca banyak tulisan tentang bunga Telang. Lalu terlintas
pertanyaan dalam benak, ‘Andai tidak
seorang pun meneliti keistimewaan bunga telang, apakah ia akan diminati seperti
saat ini?’, ‘Andai tidak seorang pun menulis tentang bunga Telang, apakah ia
akan di budiyakan dan diambil manfaatnya?’.
Hebatnya
sebuah ilmu membuat kita menjadi tau dan terpesona pada bunga Telang yang
awalnya tidak pernah kita ketahui atau kita nilai biasa saja. Begitu pun dengan
Islam kawan! Jika kita tak pernah mencari tau kebenaran Islam maka kita tak
akan tertarik bahkan terpesona dengan kesempurnaan Islam. Padahal pendahulu
kita, orang-orang berilmu, mendedikasikan ilmu, tenaga dan waktu mereka untuk
menuliskan gagasan dan pemahaman terhadap Islam. Sehingga lahirlah karya
tulisan sebagai wasilah dakwahnya. Imam Malik denga karya fenomenalnya Al Muwattha’, Imam Syafi’i dengan kitab al-Umm, Imam Ahmad dengan Musnad-nya,
hingga Buya Hamka dengan tafsir Al Azhar-nya.
Seakan menulis sudah tak terpisahkan dari aktivitas dakwahnya. Bayangkan jika
para ulama ini enggan mewujudkan gagasan dalam tulisan, apa iya kita akan
memiliki pengetahuan Islam yang paripurna. Bila dibandingkan dengan ulama
terdahulu, buku-buku yang dilahirkan zaman sekarang masih jauh lebih sedikit.
Sangat disayangkan apabila peluang ini akhirnya diambil oleh penulis yang menulis
gagasan yang berseberangan dengan Islam.
Mari sejenak
kita kembali pada masa peradaban Islam selama 13 abad mampu berada pada puncak
kejayaannya. Pada masa Abbasiyah yang merupakan masa pemerintahan cukup lama,
sekitar 508 tahun. Pada saat itu dua pertiga dunia dikuasai oleh Kekhilafahan
Islam. Salah satu khalifah termasyhur kala itu adalah Harun Al-Rasyid. Pada
masa pemerintahannya salah satu karya besar beliau adalah pembangunan Baitul hikmah. Sebuah perguruan tinggi
sebagai pusat penerjemah lengkap dengan perpustakaannya yang jumlah koleksi
bukunya fantastis. Kekayaan koleksi buku juga ditunjukkan oelh isi perpustakaan
di Cordova yang mempunyai 600.000 jilid buku. Sementara Darul Hikmah sendiri memiliki 2.000.000 jilid buku. Sedangkan
perpustakaan Al Hakim di Andalusia
buku-bukunya disimpan di tempat semacam bilik yang terdiri dari 40 bilik, dan
setiap biliknya berisi 18.000 jilid buku. Nah, silahkan dihitung sendiri ya
kawan! Pastinya, buku-buku tersebut hasil karya para ulama kita. Subhanallah.....
Sementara jika dibandingkan dengan peradaban Barat kala itu, peradaban mereka
bukan tandingan. Menurut catatan Catholik
Encyclopedia, ratusan tahun sesudahnya sekitar abad 15 M, koleksi buku
peradaban Barat hanya mencapai 1.800 jilid buku. Itupun koleksi buku yang
dimiliki oelh perpustakaan Gereja Canterbury yang merupakan perpustakaan dunia
Barat yang paling kaya saat itu.
Sayangnya,
peradaban Islam yang gemilang di Spanyol
berakhir tragis. Yaitu saat penguasa kafir Eropa menghancurkan semua
karya pemikiran para ilmuwan muslim. Tak hanya karya-karyanya yang dimusnahkan,
para ilmuwannya pun disingkirkan. Kitab-kitab karya al-Ghazaly dibakar. Ribuan
buku dan naskah koleksi perpustakaan umum al-Ahkam II dihanyutkan ke sungai.
Kebijakan ‘bumi hangus’ itu menyebabkan sulit merekonstruksi perjalanan sejarah
Islam di Eropa. Namun, keberadaan Granada, Cordova, Sevila, dan Andalusia
sebagai bukti keagungan peradaban Islam di Spanyol tak bisa dipungkiri. Meski
akhirnya sirna juga dihancurkan pasukan Salib Eropa.
Itulah
mengapa, tak selayaknya kita sebagai generasi penerus berdiam diri dari
derasnya lalu lintas informasi era digital. Dimana tak sedikit karya tulisan
yang mengisahkan sejarah Islam dengan tidak benar dan tepat. Para penulis
liberalis justru yang semangat memelintir syariah Islam dengan narasi yang
jauh dari kesempurnaan Islam. Mari kita angkat pena kita dan tuliskan
kebenaran sejarah dan Islam agar semakin banyak orang tau dan terpesona dengan
keagungannya.
Layaknya
pesan cikgu Asri, “Menulis itu adalah
seni menyampaikan kebenaran” . Jadi kebenaran apa yang sudah kita sampaikan hari ini
?
MasyaAllah dari bunga telang hingga peradaban Islam
BalasHapusJazakillah sudah main ke dailyapreal dek... Iya ya, nyambung
BalasHapusBermanfaat sekali, semangat menulis.Kak.
BalasHapussemangat kak
HapusSepakat Kak, menginspirasi
BalasHapusMashaAllah, kejayaan Islam di Spanyol itu benar, tapi sejarah sudah terbolak balik bahkan orang-orang yang tinggal di Spanyol pun mungkin gak tau sejarah tempat tinggalnya sendiri.
BalasHapusDari bunga telang aja banyak ilmu yang bs di dapet nih. MashaAllah..
BalasHapusMenulis memang banyak manfaatnya ya mba, salah satunya sebagai warisan mengikat ilmu
BalasHapuswaw bunga telang nih :D
BalasHapussetuju kak sama cikgu Asri :D dan sebagai penulis yang baik pun juga ada tanggung jawabnya selain menulis yakni membaca ya kak :D. Wah terima kasih atas sharingnya Kak :D