Digital Parenting

 

www.dailyapreal.com — Salah satu rutinitas malam hari menjelang tidur bersama anak-anak adalah membaca buku. Jika sudah mendekati jam 8 malam mereka akan mengambil buku dan menyodorkannya untuk dibacakan, bisa 2-3 buku yang saya baca. Buku dengan judul yang sama pun bisa dibaca berulang kali. Karena seringnya dibaca saya anak-anak sampai hapal alur ceritanya, herannya mereka tidak pernah bosan. Buku berjudul “Bagaimana Perkembangan Teknologi di Masa Depan” salah satunya. Singkatnya buku ini menceritakan tentang proyeksi kehidupan di masa depan yang dirancang dengan menerapkan prinsip kemudahan akses teknologi di semua tempat (ubikuitas). Sebuah lingkungan berteknologi komputer yang memudahkan orang mengakses komputer dan jaringannya di mana saja dan kapan saja. Di dunia ubikuitas, benda-benda yang digunakans sehari-hari memiliki kecerdasan buatan (artificial intelligence). Entahlah mengapa anak-anak suka dengan buku yang satu ini.

Di dunia kita saat ini mungkin belum seperti dunia yang diproyeksikan dalam buku tersebut, namun kita sudah membiasakan diri dengan dunia di era digital. Era digital adalah masa ketika informasi mudah dan cepat diperoleh serta disebarluaskan menggunakan teknologi digital.

Mengenal Digital Parenting

Digital parenting bukanlah orang tua yang update dengan perkembangan perangkat digital. Bukan pula merujuk pada orang tua yang memberikan perangkat digital kepada anaknya sejak dini. Dia adalah orang tua yang sadar tentang bahaya dan manfaat perangkat digital untuk tumbuh kembang anak. Perangkat digital yang dimaksud di sini seperti smartphone, tab, notebook, dll. 

Mereka yang paham dengan konsep digital parenting akan memperlambat pengenalan digital kepada anak-anak mereka. Artinya menyiapkan anak-anak secara matang terlebih dahulu sebelum terjun ke dalam dunia digital.

https://www.dailyapreal.com/2021/10/digital-parenting.html

Bagaimana Jika Anak-anak Terlanjur Terpapar Peralatan Digital?

Menjadi tantangan ketika anak-anak kita yang sudah sekolah rutinitas hariannya adalah memanfaatkan peralatan digital sebagai media pembelajaran. Karena selama pandemi aktivitas sekolah lebih banyak melalui online. Contohnya, anak saya sejak TK sudah terbiasa dengan peralatan digital bahkan bisa dibilang mahir mengoperasikannya. Bahkan sejak dia bisa membaca kemampuannya mengulik peralatan digital smartphone dan notebook sudah naik level. 

Jika anak-anak sudah terlanjur mengenalnya, maka tugas kita adalah melakukan pengendalian penggunaannya. Misal, membatasi penggunaannya hanya saat kegiatan sekolah. Orang tua bisa menyeting secara manual atau otomatis menggunakan bantuan aplikasi seperti google family. Bisa juga menjadwalkan screen time sesuai durasi yang dianjurkan untuk usia anak. 

Penelitian Tentang Peralatan Digital Untuk Anak

Tahukah fakta bahwa para petinggi perusahaan di Silicon Valley julukan bagi daerah selatan dari San Francisco Bay Area, California Amerika Serikat. Julukan ini diraih karena daerah ini memiliki banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang komputer dan semikonduktor seperti Google, Yahoo, Apple, Hewlett-Packard (HP) sampei eBay menyekolahkan anak mereka di Waldorf School of The Peninsula. Sekolah yang tidak menyediakan komputer untuk murid. Secara gamblang bisa dikatakan bahwa penggunaan peralatan digital terlalu dini tidak berkorelasi pada output pendidikan yang dihasilkan. Apa buktinya? Sekolah Waldorf pernah menunjukkan data yang membanggakan, 94% siswa lulusan SMA Waldorf di Amerika Serikat di antara tahun 1994-2004 berhasil masuk di berbagai jurusan di kampus-kampus bergensi seperti Oberlin, Barkeley dan Vassar.  

waldorfpeninsula.org

Bahaya Peralatan Digital

Ada banyak penjelasan bagaimana peralatan digital dapat meracuni tumbuh kembang anak-anak. Paparan tentang topik ini dijelaskan dalam buku terjemahan berjudul “Mendidik Anak Di Era Digital”. Buku ini di tulis oleh Yee-Jin Shin, seorang psikiater dan praktisi pendidikan anak terkemuka di Korea. Korea adalah negara yang terlebih dulu maju dalam perkembangan dunia teknologi informasi. Sehingga, tentu saja lebih dulu pula merasakan problem yang diakibatkan oleh peralatan digital. 

Salah satu racun dari peralatan digital yang perlu disadari oleh orang tua adalah fenomena popcorn brain pada otak anak. Popcorn brain adalah kondisi otak anak yang terbiasa dengan layar perangkat digital dan senantiasa merespon stimulus kuat, sehingga otaknya seperti meletup-letup. Kondisi otak yang meletup-letup akan membuat anak selalu mencari hal-hal yang semakin brutal, impulsif, cepat dan menarik. Dampak selanjutnya membuat daya konsentrasi melemah dan daya ingat anak-anak menurun.

Popcorn brain adalah kondisi otak anak yang terbiasa dengan layar perangkat digital dan senantiasa merespon stimulus kuat, sehingga otaknya seperti meletup-letup

Sebagai orang tua yang bijak tentu kita tidak menginginkan hal itu terjadi pada anak- anak. Bukan berarti ketinggalan zaman ketika kita memutuskan untuk menunda mengenalkan peralatan digital atau membatasi penggunaannya. Toh, kelak jika sudah waktunya mereka pasti bisa memanfaatkan dan menggunakannya karena peralatan digital ini sesungguhnya telah didesain user friendly sehingga mudah dipelajari. 

Salah satu eksekutif Google, perusahaan IT terkemuka di dunia, Alan Eagle mengatakan

“Komputer itu sangat. Kami di Google sengaja membuat perangkat yang ibaratnya bisa digunakan tanpa harus berpikir. Anak-anak toh tetap bisa mempelajari komputer sendiri jika usia mereka sudah dewasa.”

 

#odop #day31

 

 

Komentar